Now tell me what do you think about Long Distance Marriage alias LDM.
Hah, emangnya ada?
Kirain adanya cuma LDR aja.
Yup. Ternyata long distance marriage juga terjadi dan mungkin menjadi trend pernikahan masa kini dengan berbagai pertimbangan dan keadaan.
Gimana ya rasanya udah menikah tapi harus dipisahkan oleh jarak dan mungkin waktu?
Ew… Aku pribadi ga bisa kebayang. Karna dalam pikiranku sebagai orang awam, ketika aku menikah aku akan bersatu dengan pasangan hidupku, menjalani hidup bersama suka duka, semua hal dan keputusan dilakukan bersama-sama. Teori banget yah? Hehe.
Okay, aku ga akan ngebahas banyak tentang pasangan-pasangan yang memutuskan untuk hidup LDM. Karena aku tahu pasti keputusan itu sudah melewati pergumulan, perdebatan, tangisan, dan pertimbangan yang betul-betul matang. Haha, lebay ah.
I just want to know my consideration about this issue.
Kalau boleh ya… kalau boleh, aku ga mau hidup berpisah dari pasanganku kelak.
Ahahaha manja banget ga sih?
Karna bagiku saat aku memutuskan melangkah ke dalam pemberkatan pernikahan yang kudus, aku akan beberapa langkah lagi meninggalkan keluargaku, untuk bersatu dengan pasanganku. Nah, ga sanggup banget ngebayangin kalau setelah itu aku akan berpisah dengan pasanganku alias LDM. So, what’s the point of marriage?
Pardon my sarcasm.
Nah, gimana kalau suatu saat kamu berada di persimpangan jalan harus meninggalkan pasanganmu (secara lokasi) atau mengikut dia? *nanya sama diri sendiri*
Jawabannya adalah sebenarnya aku juga belum kebayang sih… *gubraks*
Misalnya nih misal, kan aku masih pengen banget nih sekolah di luar negri atau hidup di negara orang, entah apapun alasannya, mungkin hanya sentimen pribadi. Nah, kayaknya kalau pun aku udah menikah, aku akan merelakan kesempatan itu deh. Huhuhuhu… kuat ga ya? Hahaha.
Harus kuat dong! Ga ada yang lebih indah dari hidup bersama pasangan hidupmu setiap hari.
Kecuali, si PH memutuskan ikut tinggal di negara yang sama, nah itu beda cerita. Ahahahaha.
Kebalikannya juga, kalau aku dan si PH ternyata masih sama-sama bekerja saat kami sudah menikah. Dan si PH tiba-tiba diminta pindah lokasi kerja. Nah loh, mau ikut ga?
Hmm… Ya mau ga mau, harus mau.
Posesif banget yah. 😉
Kalau boleh jujur, pengennya setelah berkeluarga nanti jadi ibu rumah tangga aja, atau bekerja independen dan bukan terikat dengan perusahaan. Yah tapi who knows kalau Tuhan berkehendak lain. Apalagi tantangan hidup jaman sekarang, emangnya suami doang kuat banting tulang menghidupi keluarga? Gimana kalo dukungan istri juga sangat diperlukan? Nah, kalo kasus itu udah beda cerita. Yang jelas, aku ga mau LDM. Period. Bila perlu, cari kantor yang deket, satu gedung kalo boleh, jadi kalo lagi lunch malah kencan bareng suami. Hihihi.
Nah, sekarang aku mau cerita tentang teladan-teladanku selama ini dan sangat menginspirasiku sampai sekarang.
Pertama, my mom. My super mom. Papaku itu kerja di perkebunan, ditempatin di daerah pelosok-pelosok Sumatera Utara, kadang masuk peta coret atau ga punya sinyal hp meskipun pakai Telkomsel. Kebayang ga jauhnya? Sedangkan kami anak-anaknya tinggal di Medan for good reason. Apakah mamaku memutuskan tinggal di Medan saja dan LDM dengan papa yang kerja di kebon?
NO. She chose to live together with my Dad. That’s cool, isn’t it?
Aku tahu yang dihadapi mamaku ga semudah kelihatannya. Tinggal di tengah-tengah hutan kelapa sawit, kadang sulit air, atau hidup dengan air yang tidak layak (kecoklatan gitu, eww), sinyal telp susahnya minta ampun, ga ada hiburan, belanja jauh dan harus menempuh jarak sejam ke kota, dan sebagainya.
Emangnya kamu sanggup, na?
Hmm… ga tau sih. Tapi kan aku ngadepinnya berdua sama PH ku.. *teteup*
Deep inside, I believe that they enjoyed it in every moment together.
Kedua, kak Lolen. Kakak KTB-ku yang satu ini adalah ibu dan istri yang luar biasa. Sejak kak Antok mengambil sekolah lagi di Singapore dengan membopong seluruh keluarganya termasuk kak Lolen. Ah, Singapore kan keren. Siapa yang ga mau?
Hmm.. kata siapa kalo kota/negara itu keren, lalu ga banyak tantangan?
Hal pertama yang aku dengar dari sharing kak Lolen adalah betapa mahalnya biaya hidup di Singapore. Doi terus berusaha mengontrol pengeluaran karena jauh banget rasanya dibandingin dengan di Indo. Belum lagi soal pendidikan anak-anaknya. Kezia yang sudah pernah merasakan hidup dan sekolah di Indo mengalami pergumulan yang cukup berat, karena Kezia harus belajar struggling di negara berbahasa Inggris yang mungkin asing baginya.
Aku inget dulu waktu sehari sebelum kak Lolen pindah, kezia bilang gini: “Kamu tahu ga? Aku itu takut pindah, aku ga bisa bahasa Inggris. Grace udah bisa, mama juga, apalagi papa. Tapi aku nggak bisa. Gimana kalo nanti aku ga bisa?” Dengernya miris banget, karna tampangnya Kezia saat itu penuh pergumulan banget dan sendu. Rasanya pengen ngebekep kayak Teddy Bear. Hehe..
Aku bilang ke dia: “Kamu pasti bisa, Ke.. Kan ada mama dan papa. Nanti di sana rajin ya belajarnya. Aku dulu juga ga bisa bahasa Inggris. Tapi harus belajar, dan akhirnya bisa. Mama dan papa pasti bantu kamu sampe bisa. Kan ada adek Grace juga, kamu ga sendiri, ada temennya.”
See? Bahkan anak kecil pun bisa galau.
Singkat cerita, aku melihat keluarga kak Lolen sudah melewati masa-masa sulitnya di Singapore untuk beradaptasi. Kezia dan Grace sangat enjoy dalam masa-masanya, meskipun mereka akhirnya mengambil home-schooling. Kak Lolen semakin pede. Kak Antok yang semakin bahagia di tengah-tengah keluarganya. Ah indahnya perjuangan bersama… *makin mupeng* hehe
Ketiga, Pak Dana. Yup. Mantan supervisorku. Istrinya juga bekerja meskipun di perusahaan yang berbeda, sebut saja T. Kerennya, mereka bekerja di satu gedung dan hanya beda lantai! Ahahaha. Keren abis. Tiap hari Pak Dana kalo sampe sore belum pulang, berarti nungguin istrinya yang lagi lembur, dan sebaliknya. Sweet banget deh pokoknya.
Keempat, Shanty. Shanty yang penyanyi itu loh… Semenjak melihat talkshownya di Just Alvin, aku jadi mengaguminya. Siapa yang pernah menyangka apa yang telah dikorbankannya demi keluarganya sangat besar? Dulu, menjelang menikah, karirnya dia lagi di puncak-puncaknya, tenar abis, produktif menghasilkan album. Eh tiba-tiba si suami akan dipindahkan ke negara lain. Nah loh. Buyar lah semua cita-cita dan kemashyuran itu. Dalam waktu singkat, Shanty mengadakan perpisahan dengan teman-temannya, fansnya, dan semua orang. Banyak orang yang menyayangkan keputusannya. Tapi saat ditanya oleh Alvin, dia ga pernah menyesali keputusan itu, walaupun sangat berat saat itu.
Hidup di negara orang, sendiri. Suami sibuk bekerja. Ga ada siapa-siapa. From artist, being nothing. Sanggup ga?
Dari gadis manja yang ga pernah belanja apalagi masak sendiri, eh harus struggling bareng suami di negara antah berantah tanpa bantuan pembantu apalagi mama tercinta.
Sanggup?
Keren banget deh pokoknya.
Lalu Alvin nanya, “apa sih yang bikin lo sanggup ninggalin itu semua, Shan”
“Because of love”
Awww…. Kalo kata orang sekarang itu mah klise.
Tapi aku pribadi yakin kekuatan cinta itu mengalahkan segalanya.
Ciyee… ahahahaha.
Udah ah.
Gitu aja pendapatku.
So, my PH, kita bakal tinggal dimana nanti? 😉
I wanna be where you are. Amen.